BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembenihan yaitu usaha untuk menghasilkan ikan berupa
benih ukuran ± 2-3 cm. Usaha pembenihan ini dimulai dari pemeliharaan induk
untuk mencapai kematangan gonad, pemijahan, penetasan, pemeliharaan larva
hingga pendederan. Pembenihan ini merupakan salah satu titik awal untuk
memulai budidaya. Ikan yang akan dibudidayakan harus dapat tumbuh dan
berkembang biak agar produksi budidaya ikan dapat berkelanjutan. Untuk dapat
menghasilkan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat
mesti diimbangi dengan pengoptimalan penanganan induk dan larva yang dihasilkan
melalui pembenihan yang baik dan berkualitas. Pembenihan dengan ikut campur
tangan manusia atau fertilisasi buatan sudah dapat dilakukan pada berbagai
jenis ikan, khususnya bagi ikan yang penjualannya tinggi di pasaran diantaranya
komoditas ikan air tawar salah satunya ikan jelawat.
Salah satu cara mengatasi
sulitnya memperoleh benih secara alami dapat dengan pemijahan buatan pada ikan
jelawat. Pemijahan buatan dapat dengan penyuntikan hormon ovaprim. Pemberian
hormon ini akan membantu fertilisasi ikan tanpa perlu terkendala musim sehingga
dapat dipijahkan kapanpun sesuai keinginan. Oleh karena itu, teknologi pembenihan
ikan sangat diperlukan untuk menambah wawasan mahasiswa dalam mengetahui
teknik-teknik dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembenihan ikan mulai
dari penyediaan induk yang matang gonad, teknik penyuntikan ovaprim, teknik
stripping (pengurutan) yang baik, hingga pada penanganan dan perkembangan
telur.
Dengan demikian, hal tersebut merupakan suatu permasalahan dalam budidaya
ikan jelawat (Leptobarbus
hoeveni) dan membutuhkan
keseriusan serta solusi yang terbaik untuk pengembangan budidaya ikan jelawat
secara buatan untuk mempercepat memperoleh benih tetapi benih yang baik dan
berkualitas. Oleh karena itu, berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan benih tersebut dengan cara mengembangkan usaha pembenihan yang
berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan
pembelajaran yang lebih luas lagi tentang “
TEKNIK PEMBENIHAN IKAN
JELAWAT (Leptobarbus hoeveni)
SECARA BUATAN “ yakni di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin,
Kab. Banjar Kalimantan Selatan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dari analisa penulis dimana pembenihan
ikan secara buatan buatan sangat diperlukan untuk mempercepat kematangan
dengan cara memberikan rangsangan hormon jenis ovaprim. Identifikasi masalah
yang penulis bahas antara lain :
Ø Bagaimana teknik
pembenihan ikan jelawat dengan cara buatan ?
Ø Bagaimana cara
memilih induk yang baik yang sudah matang gonad ?
Ø Faktor apa saja
yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pembenihan tersebut ?
Ø Bagaimana
memperoleh benih cepat tapi tetap mendapatkan bibit yang berkualitas ?
Ø Bagaimana cara
striping dan pemeliharaan larva yang baik ?
1.3 Tujuan Dan Manfaat Pkl
1.3.1 PKL ini bertujuan untuk :
Berdasarkan penjelasan di atas
bahwa perlu dilakukan pembelajaran tentang teknik pembenihan ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni). Maka, adapun
tujuan dari praktek Kerja Lapangan ini adalah :
1.
Untuk mengetahui teknik pembenihan ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni)
dan
berbagai aspek yang berhubungan dengan pembenihan ikan jelawat di Balai Budidaya
Air Tawar (BBAT) Mandiangin.
2.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan
pembenihan ikan jelawat (Leptobarbus
hoeveni) secara buatan yang dilakukan di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin.
3.
Untuk mengetahui berbagai kendala yang dihadapi dalam
kegiatan pembenihan ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) dan memberikan solusi dari masalah tersebut.
1.3.2 Manfaat yang didapat dalam
melakukan PKL adalah:
a.
Dapat menambah wawasan mahasiswa secara
langsung mengenai teknik pembenihan ikan jelawat,
b.
Untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan strata satu (SI), Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Univesitas
Antakusuma Pangkalan Bun,
c.
Untuk memperkenalkan gambaran umum
perusahaan/instansi yang diperlukan mahasiswa dalam
memasuki dunia kerja yang sesuai dengan bidangnya dan sebagai pengalaman kerja,
d.
Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam
menerapkan ilmunya dan sebagai bahan evaluasi agar tetap terus berkembang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.I. Biologi Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni Blkr)
2.1.1 Taksonomi
Webert & Beauport (1981) dalam Onadara dan Sunarno
(1988) mengklasifikasikan ikan jelawat sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum :
Chordata
Kelas :
Pisces
Ordo :
Ostariophysi
Famili :
Cyprinidae
Genus :
Leptobarbus
Spesies : Leptobarbus
hoeveni Blkr
2.1.2 Morfologi
Dilihat
dari segi morfologi Ikan jelawat berbadan panjang,
seperti terpedo yang menandakan sebagai perenang cepat, perut membulat, kepala
setengah ke atas agak mendatar, mulutnya berukuran sedang dan juga terdapat
garis literal tidak terputus-putus sisiknya berwarna keperak-perakkan, sirip
punggung pendek, 7 duri cabang serta lemah garis sisi melengkung agak ke bawah,
ekor bagian bawah dari ekor yang berwarna kemerah-merahan. Dibagian belakang
tutup insang terdapat noda hitam. Panjang ikan jelawat bisa mencapai 42 cm serta mempunyai 2 pasang sungut. Di alam
ikan jelawat dapat mencapai berat 15 kg atau lebih per ekornya (Direktorat jenderal perikanan, 1985).
2.2
Habitat dan Penyebarannya
Dijelaskan oleh Atmaja Hardjamulia (1992), Ikan
jelawat banyak ditemui di muara-muara sungai dan daerah genangan air kawasan
tengah hingga hilir, bahkan muara sungai. Habitat yang disukainya adalah
anak-anak sungai yang berlubuk dan berhutan di bagian pinggirnya. Untuk
anakannya banyak dijumpai di daerah genangan, dari Daerah Aliran Sungai (DAS).
Saat air menyusut, anakan ikan jelawat secara bergeromol beruaya ke arah bagian
hulu dari sungai.
Di Indonesia
ikan jelawat tersebar di perairan-perairan sungai dan daerah genangan atau rawa
di Kalimantan dan Sumatera. Penyebarannya juga merata di kawasan Asia Tenggara
seperti Vietnam, Thailand, Malaysia dan Kamboja.
2.3
Pakan dan Kebiasaan Makan
Secara umum ikan jelawat bersifat omnivora atau pemakan
segala. Namun sebenarnya ia lebih cenderung herbivora. Vaas, Sachlan dan Wirraatmaja dalam Atmaja Hardjamulia (1992)
menyebutkan, di dalam usus ditemukan biji-bijian, buah-buahan dan tumbuhan air.
Sedang di dalam usus benih jelawat ditemukan berbagai jenis plankton, algae dan
larva serangga air. Dalam lingkungan pemeliharaan yang terkontrol, ikan jelawat
juga menyantap makanan buatan berbentuk pellet. Bahkan mau memakan singkong,
daun singkong dan usus ayam.
Dari bentuk mulut dapat diketahui ikan jelawat menyenangi
makanan yang melayang. Cara makannya dengan menyambar meski terkadang gerakannya
dalam mengambil makanan agak lambat. Namun demikian jenis ikan ini biasa pula
mengambil makanan yang berada di dasar perairan (Anonim, 2007).
2.4
Teknologi Pembenihan
2.4.1
Penyediaan Induk
Calon induk dapat diperoleh dari hasil
tangkapan di alam atau dari hasil pembesaran di kolam atau karamba. Pada
kondisi pemeliharaan secara tradisional atau hasil tangkapan di alam bobot
calon induk lebih dari 1,5 kg diperkirakan mempunyai umur sekitar 3 tahun. Akan
lebih baik jika calon induk yang dipilih dari hasil pembesaran karena sudah
terbiasa dengan kondisi makanan dari luar dalam lingkungan yang terkontrol dan
biasanya lebih jinak. Calon induk minimal mempunyai berat 2,5 kg untuk betina
dan 1,5 kg untuk jantan atau berumur minimal 2,5 tahun (Anonim, 2007).
2.4.2
Pematangan Gonad
Salah satu
faktor penunjang keberhasilan pemijahan adlah terjadinya induk yang matang
gonad. Induk tersebut dapat diperoleh dengan dua cara, cara pertama adalah
dengan memelihara di kolam secara terkontrol. Cara pertama biasanya faktor
keberhasilannya rendah. Hal tersebut disebabkan oeh pengaruh stress dari ikan,
apalagi ikan jelawat bersifat agresif sehingga pada waktu ditangkap dapat
menimbulkan kerusakan fisik (Hardjamulia, 1992).
Pada tahap pematangan gonad induk jelawat yang dilakukan adalah induk
dipelihara dalam kolam khusus berukuran 500‐700 m2 penebaran 0,1‐0,25 kg/m2. Selama pemeliharaan, induk
ikan diberi pakan pellet dengan kandungan protein 25‐28%. Pakan tersebut diberikan sebanyak 3 % dari
berat badan dengan frekuensi 2‐3 per hari. Selain
pellet, induk diberikan juga pakan berupa hijauan seperti daun singkong
secukupnya. Kematangan gonad
dari ikan yang siap dipijahkan, biasanya mulai berumur 2,5 tahun. Lama pemeliharaan induk yang siap pijah ± 3-6 bulan. Induk yang siap pijah
diperoleh dengan cara seleksi.
2.4.3
Seleksi Induk
Tujuan dari
seleksi induk adalah untuk mendapatkan induk yang mempunyai produktivitas
tinggi dengan ciri morfologi yang dikehendaki dan dapat diturunkan.
Produktivitas yang tinggi ini terutama dicirikan oleh sifat cepat tumbuh dan
kelangsungan hidup yang tinggi pada lingkungan budidaya tertentu (kolam
tradisional, kolam air deras, jaring terapung dan sebagainya dengan ciri
lingkungan, khususnya kualitas air yang berbeda). Ada dua metode seleksi induk,
yaitu seleksi masa dan seleksi famili (Sutisna dan Ratno, 1995).
1.
Seleksi
Masa
Seleksi masa ataupun seleksi individu merupakan seleksi buatan terhadap
keturunan hasil pemijahan induk-induk yang mempunyai fenotipe yang terbaik
(Kirpichnikov, 1981). Sifat-sifat yang diseleksi meliputi bobot atau ukuran,
keragaman luar, pigmentasi, keadaan sisik, tidak cacat, ketahanan terhadap
lingkungan dari penyakit, jumlah tulang otot dalam otot, ukuran gelembung
renang, dan lain-lain. Kemungkinan kesalahan dalam memperoleh sifat yang
diharapkan sungguh besar karena genotipe dari ikan yang diseleksi atau yang
tidak diseleksi tidak diketahui.
2.
Seleksi
Famili
Seleksi ini
dilakukan untuk memperoleh beberapa famili yang merupakan keturunan dari
pasangan-pasangan induk atau kelompok pasangan dalam jumlah kecil (misalnya
satu betina dengan beberapa jantan) yang merupakan hasil seleksi terbaik dari
sifat-sifat yang dikehendaki.
Biasanya
induk jelawat sudah siap dipijahkan setelah 3-6 bukan dalam kondisi
pemeliharaan secara terkontrol dan intensif. Penangkapan induk dilakukan dengan
menurunkan permukaan air hingga sebatas punggung ikan. Dengan cara ini induk
relatif lebih tenang dan tidak agresif sehingga mudah untuk dilakukan
pemeriksaan gonad.
Ciri-ciri induk yang matana gonad adalah
sebagai berikut ;
· Betina:
ü
Perut
membesar dan lembut
ü
Lubang
urogenital berwarna kemerahan
ü
Sirip
dada halus dan licin
· Jantan:
ü
Perut
langsing
ü
Apabila
diurut akan keluar cairan putih (sperma)
ü Sirip dada terasa lebih kasar bila diraba (Anonim, 2004).
Gambar 2. Induk
Jantan dan Betina Matang Gonad
Induk matang gonad hasil seleksi ditimbang untuk mengetahui beratnya, sehingga
dosis hormon dalam penyuntikan dapat ditentukan. Induk kemudian ditampung dalam
bak berukuran 1 x 1m untuk proses penyuntikan.
2.4.4
Pemijahan
Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma
oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan perkawinan. Penambahan populasi
ikan tergantung dari kondisi tempat telur dan larva ikan kelak akan berkembang.
OIeh karena itu, pemijahan menuntut keamanan bagi kelangsungan hidup larva/benih
ikan, tempat yang cocok, waktu yang tepat dan kondisi yang lebih menguntungkan.
Pemijahan ikan jelawat dilakukan secara buatan (Induced Breeding). Pemijahan
ikan dengan rangsangan hormon pada umumnya dilakukan terhadap jenis ikan yang
tidak bisa memijah secara alami. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan
tidak cukup untuk merangsang kerja hipothalamus dari ikan matang gonad untuk
mengeluarkan luteneizing hormon releasing hormon (LHRH) yang akan merangsang
kelenjar hipofisa untuk mengahasilkan lebih banyak gonadotropin. Oleh karena
itu pemijahan secara terkontrol membutuhkan penambahan hormon gonadotropin dari
luar melalui penyuntikan.
Menurut Susanto (1997), penguasaan teknik kawin suntik akan mempengaruhi
keberhasilan kegiatan pemijahan ini. Meskipun resipien telah siap dan peralatan
lengkap, tetapi jika tidak didukung teknik penguasaan teknik pelakunya maka
keberhasilan kawin suntik masih diragukan. Penguasaan teknik kawin suntik ini
meliputi beberapa keterampilan berikut.
a.
Teknik
memilih induk
b.
Teknik
menghitung dosis
c.
Teknik
menyuntik
d.
Teknik
melakukan stripping
Teknik
penyuntikan dilakukan dengan arah jarum suntik membuat sudut 60o
dari ekor dan jarum dimasukkan sedalam kurang lebih 1,5 cm. Pada saat dilakukan
penyuntikan sebaiknya ikan dibungkus dengan handuk agar tidak lepas. Pada ikan
yang besar biasanya penyuntikan dilakukan oleh dua orang, yakni orang pertama
memegang ekor dan kepala sedangkan orang kedua menyuntikannya.
Ikan yang
telah disuntik dimasukkan dalam bak dan mendapatkan air mengalir yang cukup
sehingga cukup mendapatkan oksigen atau dengan menggunakan aerator. Sedangkan
dosis penyuntikan disesuaikan dengan ukuran serta ikan resipient. Adapun syarat
dan resipient adalah matang telur bagi yang betina dan matang sperma bagi yang
jantan (Susanto, 1997).
Untuk metode pemijahan ikan jelawat adalah sebagai
berikut:
·
Untuk
merangsang ovulasi induk disuntik dengan hormon perangsang berupa ovaprim
dengan dosis 0,7 cc/kg induk untuk induk betina dan 0,5 cc/ekor pada induk
jantan. Dalam setiap penyuntikan, hormon ovaprim diencerkan dengan aquabides
0,5 cc.
Gambar 3. Proses Penyuntikan Pada Induk
·
Penyuntikan
pada induk betina dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval waktu:
ü Penyuntikan I ke penyuntikan II selama 12
jam
ü Penyuntikan II ke penyuntikan III selama 6
jam
·
Dosis
hormon pada penyuntikan I ¼ dari total dosis dan penyuntikan II ½ dari total
dosis dan penyuntikan III ¼ dari total dosis.
·
Penyuntikan
induk jantan bersamaan penyuntikan II pada induk betina.
·
Setelah
penyuntikan III induk betina, dilakukan pengambilan sperma induk jantan dengan
menggunakan spuit yang dibasahi dengan larutan Natrium Klorida (NaCl). Sperma
disimpan di tempat yang dingin.
Gambar 4. Striping
Sperma Pada Induk Jantan
·
2-6
jam setelah penyuntikan terakhir pengaruh kerja hormonal biasanya mulai
terlihat. Setelah itu dapat segera dilakukan pemeriksaan terhadap induk betina,
bila sudah ovulasi ditandai dengan gerakan gelisah dan sering berenang ke
permukaan.
·
Telur dikeluarkan dengan cara mengurut perut betina dan ditampung di dalam wadah (baskom) diikuti dengan pencampuran sperma yang telah disiapkan.
Telur dikeluarkan dengan cara mengurut perut betina dan ditampung di dalam wadah (baskom) diikuti dengan pencampuran sperma yang telah disiapkan.
Gambar 5. Striping Telur Pada Induk Betina
· Kemudian diaduk secara merata menggunakan
bulu ayam.
Gambar 6.
Pengadukan Telur dan Sperma
· Setelah merata telur dicuci atau dibilas
dengan air bersih 3-4 kali untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa lemak yang
bisa mengganggu proses penetasan.
2.4.5
Penetasan Telur
Wadah
untuk inkubasi telur berbentuk corong dengan ukuran diameter 60 cm dan tinggi
50 cm terbuat dari bahan kain/bahan lembut. Pada bagian bawah dipasang sistem
aerasi untuk menggerakkan telur sehingga terus menerus melayang. Corong
penetasan ditempatkan dalam bak dengan kepadatan telur 10.000-20.000 butir/corong.
Titik kritis perkembangan embrio 5-6 jam setelah ovulasi. Telur yang baik
berwarna hijau cerah dan terlihat berbentuk topi sedangkan yang mati berwarna putih.
Dalam kondisi normal tingkat pembuahan telur sekitar 80% dan tingkat penetasan
sekitar 70%. Pada suhu normal 26-28 °C telur akan menetas dalam waktu 15-24 jam.
Panen larva dapat dilakukan setelah berumur 1-2 hari untuk kemudian dipelihara
di akuarium atau bak lainnya (Anonim, 2003).
2.4.6
Pemeliharaan Larva dan Benih
Perawatan
larva merupakan hal uyang penting dalam proses produksi benih ikan karena
tingkat mortalitasnya tinggi. Penelitian dalam bidang ini masih kurang walaupun
di laboratorium penggunaan thyroxin dan eltroxin telah menunjujkkan produksi
yang baik dalam mempercepat perkembangan larva, tetapi belum dapat digunakan
secara praktis di lapangan.
Fase larva ada dua macam yaitu pro-larva
dan post-larva sehingga perawatannya pun harus dibedakan antara kedua hal
tersebut.
a.
Perawatan
Pro-Larva
Fase
pro-larva ditandai dengan adanya kuning telur dalam kantongnya. Dalam hal ini
larva tidak memerlukan makanan tambahan dari luar tubuh, sehingga dalam
perawatannya diperlukan perhatian yang khusus terhadap kesehatan larva maupun
kualitas airnya.
Kesehatan larva
dapat dipantau dengan mendeteksi ada dan tidaknya hama ataupun penyakit
sehingga dapat diakukan upaya pencegahan. Agar kualitas airnya baik maka perlu
menjaga parameter-parameter kualitas air untuk selalu dlam keadaan optimal
(Kristanto, 1994).
b.
Perawatan
Post-Larva
Fase post-larva
ditandai dengan menghilangnya kantong kuning telur dan timbul lipatan sirip
serta bintik pigmen. Pada fase ini larva sudah memerlukan pakan tambahan dari
luar tubuhnya untuk mempertahankan hidupnya dan pertumbuhannya. Agar mortalitas
dapat ditekan seminimal mungkin maka harus diketahui kapan larva memerlukan
pakan dan jenis pakan serta dosis pemberian yang tepat (Kristanto, 1994).
Pemeliharaan
larva dilakukan di akuarium dengan ketinggian air 15-25 cm dan kepadatan 80
ekor/liter selama 10-15 hari pemeliharaan. Setelah itu dijarangkan menjadi
25-40 ekor/liter. Jenis makanan yang terbaik diberikan pada kondisi tersebut
adalah makanan hidup/alami sehingga bila terjadi kelebihan tidak mengotori
media pemeliharaan. Pemberian makan dimulai setelah larva berumur 4-5 hari
berupa naupli artemia atau infusoria secara buatan. Bila terlihat ada kotoran dapat dilakukan
penyiphonan, jumlah air yang terbuang setiap kali melakukan penyiphonan tidak
lebih dari 50% dan segera diganti dengan air yang baru.
BAB III
METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN
3.1 Waktu dan Tempat PKL
Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Universitas Antakusuma Pangkalan Bun yang berjudul “ TEKNIK PEMBENIHAN IKAN JELAWAT (Leptobarbus
hoeveni) SECARA BUATAN “ ini dilaksanakan
mulai dari tanggal 12 Juli – 12 Agustus 2012 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin, Kab. Banjar Kalimantan
Selatan.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode survey. Dimana metode survey
adalah metode yang menggambarkan secara langsung keadaan suatu obyek dan tidak
dimaksudkan untuk mengambil dan menarik suatu kesimpulan. Data yang diambil
adalah data primer dan data sekunder (Marzuki, 1986).
3.2.1 Data primer
Data
primer adalah data yang diperoleh dari sumber secara langsung dengan melakukan
pengamatan dan pencatatan hasil observasi, wawancara, partisipasi secara
langsung (Narbuko, C dan Achmadi, A, 2004).
3.2.1.1 Observasi
Metode observasi yaitu metode yang dilakukan
untuk pengamatan secara sistematis terhadap gejala/fenomena yang diselidiki
tanpa mengajukan pertanyaan (Marzuki, 1986).
3.2.1.2 Wawancara
Metode wawancara (interview) yaitu wawancara
mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas
tertentu, mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden
dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu (Arikunto, 1998).
3.2.1.3 Partisipasi Secara Langsung
Partisipasi
Secara Langsung yaitu mengikuti secara langsung kegiatan yang dilakukan selam
kegiatan Praktek Kerja Lapang (Arikunto, 1998).
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah
data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber. Dalam hal ini data
diperoleh dari pustaka, laporan serta data dari informasi masyarakatdan
instansi terkait tentang pembenihan ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni) (Narbuko, C dan Achmadi, A, 2004).
3.3 Diagram Alir Kerangka Kerja
Diagram alir kerangka kerja pembenihan ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni) secara buatan yang harus dilakukan agar
pembenihan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan yaitu
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Pembenihan
Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii)
Secara Buatan. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Loka Budidaya Air Tawar
Mandiangin. Kalimantan Selatan. Mandiangin.
_______. 2004. Pembenihan
Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni).
Departemen Perikanan dan Kelautan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya.
Direktorat Perbenihan. Kalimantan Barat.
_______. 2007. Pelatihan
Pengelolaan dan Pembenihan Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii). Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin.
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Mandiangin.
Hardjamulia, Atmaja. 1992. Informasi Teknologi Budidaya Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni Blkr). Balai Penelitian Perikanan Air Tawar.
Bogor.
Kristanto, Anang Hari. 1994. Nutrisi Pakan dan Aplikasinya pada Pematangan Gonad Ikan Jelawat.
Pelatihan Teknik Penyuluhan Pertanian Lapangan Dinas Perikanan Dati I.
Kalimantan Selatan.
_______. 1994. Pengelolaan
Induk Ikan Jelawat. Pelatihan Teknik Penyuluhan Pertanian Lapangan Dinas
Perikanan Dati I. Kalimantan Selatan.
_______. 1994. Perawatan
Larva dan Post Larva Ikan Jelawat. Pelatihan Teknik Penyuluhan Pertanian
Lapangan Dinas Perikanan Dati I. Kalimantan Selatan.
Onadara dan Sunarno. 1988. Upaya Pembenihan Ikan Jelawat (Leptobarbus
hoeveni Blkr). Prosiding Seminar Nasional Ikan dan Udang. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Bekerjasama dengan Universitas Padjajaran. Bandung.
Susanto, Heru. 1997. Teknik Kawin Suntik Ikan
Ekonomis. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutisna, Dedy Heryadi dan
Ratno Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan
Air Tawar. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar