Rabu, 07 Oktober 2015

proposal PKL



BAB  I   
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Pembenihan yaitu usaha untuk menghasilkan ikan berupa benih ukuran ± 2-3 cm. Usaha pembenihan ini dimulai dari pemeliharaan induk untuk mencapai kematangan gonad, pemijahan, penetasan, pemeliharaan larva hingga pendederan. Pembenihan ini merupakan salah satu titik awal untuk memulai budidaya. Ikan yang akan dibudidayakan harus dapat tumbuh dan berkembang biak agar produksi budidaya ikan dapat berkelanjutan. Untuk dapat menghasilkan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat mesti diimbangi dengan pengoptimalan penanganan induk dan larva yang dihasilkan melalui pembenihan yang baik dan berkualitas. Pembenihan dengan ikut campur tangan manusia atau fertilisasi buatan sudah dapat dilakukan pada berbagai jenis ikan, khususnya bagi ikan yang penjualannya tinggi di pasaran diantaranya komoditas ikan air tawar salah satunya ikan jelawat.



 Gambar 1. Ikan  Jelawat (Leptobarbus hoeveni Blkr)



Ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) yang merupakan ikan asli perairan Indonesia. Sebagai ikan asli perairan Indonesia terutama terdapat di sungai, danau dan perairan umum lainnya di Kalimantan dan Sumatera. Permintaan pasar terhadap ikan ini cukup tinggi dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dan sangat digemari oleh masyarakat dibeberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei, sehingga merupakan komoditas yang sangat potensial dan mendorong minat masyarakat untuk mengembangkannya.
Salah satu cara mengatasi sulitnya memperoleh benih secara alami dapat dengan pemijahan buatan pada ikan jelawat. Pemijahan buatan dapat dengan penyuntikan hormon ovaprim. Pemberian hormon ini akan membantu fertilisasi ikan tanpa perlu terkendala musim sehingga dapat dipijahkan kapanpun sesuai keinginan. Oleh karena itu, teknologi pembenihan ikan sangat diperlukan untuk menambah wawasan mahasiswa dalam mengetahui teknik-teknik dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembenihan ikan mulai dari penyediaan induk yang matang gonad, teknik penyuntikan ovaprim, teknik stripping (pengurutan) yang baik, hingga pada penanganan dan perkembangan telur.
Dengan demikian, hal tersebut merupakan suatu permasalahan dalam budidaya ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) dan membutuhkan keseriusan serta solusi yang terbaik untuk pengembangan budidaya ikan jelawat secara buatan untuk mempercepat memperoleh benih tetapi benih yang baik dan berkualitas. Oleh karena itu, berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut dengan cara mengembangkan usaha pembenihan yang berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan pembelajaran yang lebih luas lagi tentang TEKNIK PEMBENIHAN IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoeveni) SECARA BUATAN “ yakni di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin, Kab. Banjar Kalimantan Selatan.
1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dari analisa penulis dimana pembenihan ikan secara buatan buatan sangat diperlukan untuk mempercepat kematangan dengan cara memberikan rangsangan hormon jenis ovaprim. Identifikasi masalah yang penulis bahas antara lain :
Ø  Bagaimana teknik pembenihan ikan jelawat dengan cara buatan ?
Ø  Bagaimana cara memilih induk yang baik yang sudah matang gonad ?
Ø  Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pembenihan tersebut ?
Ø  Bagaimana memperoleh benih cepat tapi tetap mendapatkan bibit yang berkualitas ?
Ø  Bagaimana cara striping dan pemeliharaan larva yang baik ?
1.3     Tujuan Dan Manfaat Pkl
1.3.1    PKL ini bertujuan untuk :
   Berdasarkan penjelasan di atas bahwa perlu dilakukan pembelajaran tentang teknik pembenihan ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni). Maka, adapun tujuan dari praktek Kerja Lapangan ini adalah :
1.        Untuk mengetahui teknik pembenihan ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) dan berbagai aspek yang berhubungan dengan pembenihan ikan jelawat di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin.
2.        Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan pembenihan ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) secara buatan yang dilakukan di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin.
3.        Untuk mengetahui berbagai kendala yang dihadapi dalam kegiatan pembenihan ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) dan memberikan solusi dari masalah tersebut.
1.3.2    Manfaat yang didapat dalam melakukan PKL adalah:
a.         Dapat menambah wawasan mahasiswa secara langsung mengenai teknik pembenihan ikan jelawat,
b.        Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan strata satu (SI), Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Univesitas Antakusuma Pangkalan Bun,
c.         Untuk memperkenalkan gambaran umum perusahaan/instansi yang diperlukan mahasiswa dalam memasuki dunia kerja yang sesuai dengan bidangnya dan sebagai pengalaman kerja,
d.        Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya dan sebagai bahan evaluasi agar tetap terus berkembang.
       



BAB  II  TINJAUAN PUSTAKA

2.I.       Biologi Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni Blkr)
2.1.1    Taksonomi
            Webert & Beauport (1981) dalam Onadara dan Sunarno (1988) mengklasifikasikan ikan jelawat sebagai berikut:
Kingdom    :    Animalia
Phylum       :        Chordata
Kelas          :        Pisces
Ordo           :        Ostariophysi
Famili         :         Cyprinidae
Genus         :         Leptobarbus
Spesies       :          Leptobarbus hoeveni Blkr
2.1.2    Morfologi
Dilihat dari segi morfologi Ikan jelawat berbadan panjang, seperti terpedo yang menandakan sebagai perenang cepat, perut membulat, kepala setengah ke atas agak mendatar, mulutnya berukuran sedang dan juga terdapat garis literal tidak terputus-putus sisiknya berwarna keperak-perakkan, sirip punggung pendek, 7 duri cabang serta lemah garis sisi melengkung agak ke bawah, ekor bagian bawah dari ekor yang berwarna kemerah-merahan. Dibagian belakang tutup insang terdapat noda hitam. Panjang ikan jelawat bisa mencapai 42 cm serta mempunyai 2 pasang sungut. Di alam ikan jelawat dapat mencapai berat 15 kg atau lebih per ekornya (Direktorat jenderal perikanan, 1985).
2.2              Habitat dan Penyebarannya
Dijelaskan oleh Atmaja Hardjamulia (1992), Ikan jelawat banyak ditemui di muara-muara sungai dan daerah genangan air kawasan tengah hingga hilir, bahkan muara sungai. Habitat yang disukainya adalah anak-anak sungai yang berlubuk dan berhutan di bagian pinggirnya. Untuk anakannya banyak dijumpai di daerah genangan, dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Saat air menyusut, anakan ikan jelawat secara bergeromol beruaya ke arah bagian hulu dari sungai.
Di Indonesia ikan jelawat tersebar di perairan-perairan sungai dan daerah genangan atau rawa di Kalimantan dan Sumatera. Penyebarannya juga merata di kawasan Asia Tenggara seperti Vietnam, Thailand, Malaysia dan Kamboja.
2.3         Pakan dan Kebiasaan Makan
            Secara umum ikan jelawat bersifat omnivora atau pemakan segala. Namun sebenarnya ia lebih cenderung herbivora. Vaas, Sachlan dan Wirraatmaja dalam Atmaja Hardjamulia (1992) menyebutkan, di dalam usus ditemukan biji-bijian, buah-buahan dan tumbuhan air. Sedang di dalam usus benih jelawat ditemukan berbagai jenis plankton, algae dan larva serangga air. Dalam lingkungan pemeliharaan yang terkontrol, ikan jelawat juga menyantap makanan buatan berbentuk pellet. Bahkan mau memakan singkong, daun singkong dan usus ayam.
            Dari bentuk mulut dapat diketahui ikan jelawat menyenangi makanan yang melayang. Cara makannya dengan menyambar meski terkadang gerakannya dalam mengambil makanan agak lambat. Namun demikian jenis ikan ini biasa pula mengambil makanan yang berada di dasar perairan (Anonim, 2007).

2.4         Teknologi Pembenihan
2.4.1             Penyediaan Induk
Calon induk dapat diperoleh dari hasil tangkapan di alam atau dari hasil pembesaran di kolam atau karamba. Pada kondisi pemeliharaan secara tradisional atau hasil tangkapan di alam bobot calon induk lebih dari 1,5 kg diperkirakan mempunyai umur sekitar 3 tahun. Akan lebih baik jika calon induk yang dipilih dari hasil pembesaran karena sudah terbiasa dengan kondisi makanan dari luar dalam lingkungan yang terkontrol dan biasanya lebih jinak. Calon induk minimal mempunyai berat 2,5 kg untuk betina dan 1,5 kg untuk jantan atau berumur minimal 2,5 tahun (Anonim, 2007).
2.4.2             Pematangan Gonad
Salah satu faktor penunjang keberhasilan pemijahan adlah terjadinya induk yang matang gonad. Induk tersebut dapat diperoleh dengan dua cara, cara pertama adalah dengan memelihara di kolam secara terkontrol. Cara pertama biasanya faktor keberhasilannya rendah. Hal tersebut disebabkan oeh pengaruh stress dari ikan, apalagi ikan jelawat bersifat agresif sehingga pada waktu ditangkap dapat menimbulkan kerusakan fisik (Hardjamulia, 1992).
Pada tahap pematangan gonad induk jelawat yang dilakukan adalah induk dipelihara dalam kolam khusus berukuran 500700 m2 penebaran 0,10,25 kg/m2. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi pakan pellet dengan kandungan protein 2528%. Pakan tersebut diberikan sebanyak 3 % dari berat badan dengan frekuensi 23 per hari. Selain pellet, induk diberikan juga pakan berupa hijauan seperti daun singkong secukupnya. Kematangan gonad dari ikan yang siap dipijahkan, biasanya mulai berumur 2,5 tahun. Lama pemeliharaan induk yang siap pijah ± 3-6 bulan. Induk yang siap pijah diperoleh dengan cara seleksi.
2.4.3        Seleksi Induk
Tujuan dari seleksi induk adalah untuk mendapatkan induk yang mempunyai produktivitas tinggi dengan ciri morfologi yang dikehendaki dan dapat diturunkan. Produktivitas yang tinggi ini terutama dicirikan oleh sifat cepat tumbuh dan kelangsungan hidup yang tinggi pada lingkungan budidaya tertentu (kolam tradisional, kolam air deras, jaring terapung dan sebagainya dengan ciri lingkungan, khususnya kualitas air yang berbeda). Ada dua metode seleksi induk, yaitu seleksi masa dan seleksi famili (Sutisna dan Ratno, 1995).
1.             Seleksi Masa
Seleksi masa ataupun seleksi individu merupakan seleksi buatan terhadap keturunan hasil pemijahan induk-induk yang mempunyai fenotipe yang terbaik (Kirpichnikov, 1981). Sifat-sifat yang diseleksi meliputi bobot atau ukuran, keragaman luar, pigmentasi, keadaan sisik, tidak cacat, ketahanan terhadap lingkungan dari penyakit, jumlah tulang otot dalam otot, ukuran gelembung renang, dan lain-lain. Kemungkinan kesalahan dalam memperoleh sifat yang diharapkan sungguh besar karena genotipe dari ikan yang diseleksi atau yang tidak diseleksi tidak diketahui.
2.             Seleksi Famili
Seleksi ini dilakukan untuk memperoleh beberapa famili yang merupakan keturunan dari pasangan-pasangan induk atau kelompok pasangan dalam jumlah kecil (misalnya satu betina dengan beberapa jantan) yang merupakan hasil seleksi terbaik dari sifat-sifat yang dikehendaki.
Biasanya induk jelawat sudah siap dipijahkan setelah 3-6 bukan dalam kondisi pemeliharaan secara terkontrol dan intensif. Penangkapan induk dilakukan dengan menurunkan permukaan air hingga sebatas punggung ikan. Dengan cara ini induk relatif lebih tenang dan tidak agresif sehingga mudah untuk dilakukan pemeriksaan gonad.
          Ciri-ciri induk yang matana gonad adalah sebagai berikut ;
·      Betina: 
ü   Perut membesar dan lembut
ü   Lubang urogenital berwarna kemerahan
ü   Sirip dada halus dan licin
·      Jantan:
ü   Perut langsing
ü   Apabila diurut akan keluar cairan putih (sperma)
ü Sirip dada terasa lebih kasar bila diraba (Anonim, 2004).


 
Gambar 2. Induk Jantan dan Betina Matang Gonad
Induk   matang gonad hasil seleksi ditimbang untuk mengetahui beratnya, sehingga dosis hormon dalam penyuntikan dapat ditentukan. Induk kemudian ditampung dalam bak berukuran 1 x 1m untuk proses penyuntikan.
2.4.4         Pemijahan
Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan perkawinan. Penambahan populasi ikan tergantung dari kondisi tempat telur dan larva ikan kelak akan berkembang. OIeh karena itu, pemijahan menuntut keamanan bagi kelangsungan hidup larva/benih ikan, tempat yang cocok, waktu yang tepat dan kondisi yang lebih menguntungkan.
Pemijahan ikan jelawat dilakukan secara buatan (Induced Breeding). Pemijahan ikan dengan rangsangan hormon pada umumnya dilakukan terhadap jenis ikan yang tidak bisa memijah secara alami. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan tidak cukup untuk merangsang kerja hipothalamus dari ikan matang gonad untuk mengeluarkan luteneizing hormon releasing hormon (LHRH) yang akan merangsang kelenjar hipofisa untuk mengahasilkan lebih banyak gonadotropin. Oleh karena itu pemijahan secara terkontrol membutuhkan penambahan hormon gonadotropin dari luar melalui penyuntikan.
Menurut Susanto (1997), penguasaan teknik kawin suntik akan mempengaruhi keberhasilan kegiatan pemijahan ini. Meskipun resipien telah siap dan peralatan lengkap, tetapi jika tidak didukung teknik penguasaan teknik pelakunya maka keberhasilan kawin suntik masih diragukan. Penguasaan teknik kawin suntik ini meliputi beberapa keterampilan berikut.
a.         Teknik memilih induk
b.         Teknik menghitung dosis
c.         Teknik menyuntik
d.        Teknik melakukan stripping
Teknik penyuntikan dilakukan dengan arah jarum suntik membuat sudut 60o dari ekor dan jarum dimasukkan sedalam kurang lebih 1,5 cm. Pada saat dilakukan penyuntikan sebaiknya ikan dibungkus dengan handuk agar tidak lepas. Pada ikan yang besar biasanya penyuntikan dilakukan oleh dua orang, yakni orang pertama memegang ekor dan kepala sedangkan orang kedua menyuntikannya.
Ikan yang telah disuntik dimasukkan dalam bak dan mendapatkan air mengalir yang cukup sehingga cukup mendapatkan oksigen atau dengan menggunakan aerator. Sedangkan dosis penyuntikan disesuaikan dengan ukuran serta ikan resipient. Adapun syarat dan resipient adalah matang telur bagi yang betina dan matang sperma bagi yang jantan (Susanto, 1997).
                        Untuk  metode pemijahan ikan jelawat adalah sebagai berikut:
·         Untuk merangsang ovulasi induk disuntik dengan hormon perangsang berupa ovaprim dengan dosis 0,7 cc/kg induk untuk induk betina dan 0,5 cc/ekor pada induk jantan. Dalam setiap penyuntikan, hormon ovaprim diencerkan dengan aquabides 0,5 cc.
                                                                                                  
             
Gambar 3. Proses Penyuntikan Pada Induk
·         Penyuntikan pada induk betina dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval waktu:
ü Penyuntikan I ke penyuntikan II selama 12 jam
ü Penyuntikan II ke penyuntikan III selama 6 jam
·         Dosis hormon pada penyuntikan I ¼ dari total dosis dan penyuntikan II ½ dari total dosis dan penyuntikan III ¼ dari total dosis.
·         Penyuntikan induk jantan bersamaan penyuntikan II pada induk betina.
·         Setelah penyuntikan III induk betina, dilakukan pengambilan sperma induk jantan dengan menggunakan spuit yang dibasahi dengan larutan Natrium Klorida (NaCl). Sperma disimpan di tempat yang dingin.



Gambar 4. Striping Sperma Pada Induk Jantan
·         2-6 jam setelah penyuntikan terakhir pengaruh kerja hormonal biasanya mulai terlihat. Setelah itu dapat segera dilakukan pemeriksaan terhadap induk betina, bila sudah ovulasi ditandai dengan gerakan gelisah dan sering berenang ke permukaan.
·        
Telur dikeluarkan dengan cara mengurut perut betina dan ditampung di dalam wadah (baskom) diikuti dengan pencampuran sperma yang telah disiapkan.







Gambar 5. Striping Telur Pada Induk Betina
·      Kemudian diaduk secara merata menggunakan bulu ayam.

Gambar 6. Pengadukan Telur dan Sperma
·      Setelah merata telur dicuci atau dibilas dengan air bersih 3-4 kali untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa lemak yang bisa mengganggu proses penetasan.
2.4.5             Penetasan Telur
Wadah untuk inkubasi telur berbentuk corong dengan ukuran diameter 60 cm dan tinggi 50 cm terbuat dari bahan kain/bahan lembut. Pada bagian bawah dipasang sistem aerasi untuk menggerakkan telur sehingga terus menerus melayang. Corong penetasan ditempatkan dalam bak dengan kepadatan telur 10.000-20.000 butir/corong. Titik kritis perkembangan embrio 5-6 jam setelah ovulasi. Telur yang baik berwarna hijau cerah dan terlihat berbentuk topi sedangkan yang mati berwarna putih. Dalam kondisi normal tingkat pembuahan telur sekitar 80% dan tingkat penetasan sekitar 70%. Pada suhu normal 26-28 °C telur akan menetas dalam waktu 15-24 jam. Panen larva dapat dilakukan setelah berumur 1-2 hari untuk kemudian dipelihara di akuarium atau bak lainnya (Anonim, 2003).

2.4.6         Pemeliharaan Larva dan Benih
Perawatan larva merupakan hal uyang penting dalam proses produksi benih ikan karena tingkat mortalitasnya tinggi. Penelitian dalam bidang ini masih kurang walaupun di laboratorium penggunaan thyroxin dan eltroxin telah menunjujkkan produksi yang baik dalam mempercepat perkembangan larva, tetapi belum dapat digunakan secara praktis di lapangan.   
Fase larva ada dua macam yaitu pro-larva dan post-larva sehingga perawatannya pun harus dibedakan antara kedua hal tersebut.      
a.    Perawatan Pro-Larva
Fase pro-larva ditandai dengan adanya kuning telur dalam kantongnya. Dalam hal ini larva tidak memerlukan makanan tambahan dari luar tubuh, sehingga dalam perawatannya diperlukan perhatian yang khusus terhadap kesehatan larva maupun kualitas airnya.     
Kesehatan larva dapat dipantau dengan mendeteksi ada dan tidaknya hama ataupun penyakit sehingga dapat diakukan upaya pencegahan. Agar kualitas airnya baik maka perlu menjaga parameter-parameter kualitas air untuk selalu dlam keadaan optimal (Kristanto, 1994).
b.      Perawatan Post-Larva
Fase post-larva ditandai dengan menghilangnya kantong kuning telur dan timbul lipatan sirip serta bintik pigmen. Pada fase ini larva sudah memerlukan pakan tambahan dari luar tubuhnya untuk mempertahankan hidupnya dan pertumbuhannya. Agar mortalitas dapat ditekan seminimal mungkin maka harus diketahui kapan larva memerlukan pakan dan jenis pakan serta dosis pemberian yang tepat (Kristanto, 1994).
Pemeliharaan larva dilakukan di akuarium dengan ketinggian air 15-25 cm dan kepadatan 80 ekor/liter selama 10-15 hari pemeliharaan. Setelah itu dijarangkan menjadi 25-40 ekor/liter. Jenis makanan yang terbaik diberikan pada kondisi tersebut adalah makanan hidup/alami sehingga bila terjadi kelebihan tidak mengotori media pemeliharaan. Pemberian makan dimulai setelah larva berumur 4-5 hari berupa naupli artemia atau infusoria secara buatan.  Bila terlihat ada kotoran dapat dilakukan penyiphonan, jumlah air yang terbuang setiap kali melakukan penyiphonan tidak lebih dari 50% dan segera diganti dengan air yang baru.

BAB    III
METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN

3.1     Waktu dan Tempat PKL
Praktek Kerja Lapangan (PKL) Universitas Antakusuma Pangkalan Bun yang berjudul TEKNIK PEMBENIHAN IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoeveni) SECARA BUATAN “ ini dilaksanakan mulai dari tanggal 12 Juli – 12 Agustus 2012 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin, Kab. Banjar Kalimantan Selatan.
3.2     Teknik Pengumpulan Data
          Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode survey. Dimana metode survey adalah metode yang menggambarkan secara langsung keadaan suatu obyek dan tidak dimaksudkan untuk mengambil dan menarik suatu kesimpulan. Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder (Marzuki, 1986).
3.2.1    Data primer
            Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber secara langsung dengan melakukan pengamatan dan pencatatan hasil observasi, wawancara, partisipasi secara langsung (Narbuko, C dan Achmadi, A, 2004).
3.2.1.1 Observasi
   Metode observasi yaitu metode yang dilakukan untuk pengamatan secara sistematis terhadap gejala/fenomena yang diselidiki tanpa mengajukan pertanyaan (Marzuki, 1986).
3.2.1.2   Wawancara
   Metode wawancara (interview) yaitu wawancara mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu (Arikunto, 1998).
3.2.1.3   Partisipasi Secara Langsung
   Partisipasi Secara Langsung yaitu mengikuti secara langsung kegiatan yang dilakukan selam kegiatan Praktek Kerja Lapang (Arikunto, 1998).
3.2.2    Data Sekunder
                        Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber. Dalam hal ini data diperoleh dari pustaka, laporan serta data dari informasi masyarakatdan instansi terkait tentang pembenihan ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni) (Narbuko, C dan Achmadi, A, 2004).


3.3       Diagram Alir Kerangka Kerja         
Diagram alir kerangka kerja pembenihan ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni) secara buatan yang harus dilakukan agar pembenihan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan yaitu



 






DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Pembenihan Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii) Secara Buatan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Loka Budidaya Air Tawar Mandiangin. Kalimantan Selatan. Mandiangin.
_______. 2004. Pembenihan Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni). Departemen Perikanan dan Kelautan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Direktorat Perbenihan. Kalimantan Barat.
_______. 2007. Pelatihan Pengelolaan dan Pembenihan Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii). Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Mandiangin.
Hardjamulia, Atmaja. 1992. Informasi Teknologi Budidaya Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni Blkr). Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor.
Kristanto, Anang Hari. 1994. Nutrisi Pakan dan Aplikasinya pada Pematangan Gonad Ikan Jelawat. Pelatihan Teknik Penyuluhan Pertanian Lapangan Dinas Perikanan Dati I. Kalimantan Selatan.
_______. 1994. Pengelolaan Induk Ikan Jelawat. Pelatihan Teknik Penyuluhan Pertanian Lapangan Dinas Perikanan Dati I. Kalimantan Selatan.
_______. 1994. Perawatan Larva dan Post Larva Ikan Jelawat. Pelatihan Teknik Penyuluhan Pertanian Lapangan Dinas Perikanan Dati I. Kalimantan Selatan.
Onadara dan Sunarno. 1988. Upaya Pembenihan Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni Blkr). Prosiding Seminar Nasional Ikan dan Udang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bekerjasama dengan Universitas Padjajaran. Bandung.
Susanto, Heru. 1997. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutisna, Dedy Heryadi dan Ratno Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.