Sabtu, 01 Februari 2014

PEMBENIHAN IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoeveni Blkr)





PENDAHULUAN
Sebagai ikan asli perairan Indonesia terutama terdapat di sungai, danau dan perairan umum lainnya di Kalimantan dan Sumatera. Permintaan pasar terhadap ikan ini cukup tinggi dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dan sangat digemari oleh masyarakat dan dibeberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei, sehingga merupakan komoditas yang sangat potensial dan mendorong minat masyarakat untuk mengembangkannya. Terlebih lagi produksi ikan yang lebih mengandalkan hasil penangkapan perairan umum cenderung labil dan sudah ada kecendrungan di beberapa tempat terjadi penurunan.



BIOLOGI
Kingdom      : Animalia
Phylum         : Chordata
Subphylum   : Vertebrata
Kelas            : Pisces
Subkelas       : Teleotei
Ordo             : Ostariophysi
Subordo       : Cyprinoidae
Famili           : Cyprinidae
Subfamili      : Cyprinidae
Genus           : Leptobarbus
Spesies         : Leptobarbus hoeveni Blkr
            Sedangkan nama lokal di Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung yaitu Lemak atau Klemak. Manjuhan di Kalimantan Tengah, Sultan di Malaysia dan Pla Ba di Thailand. Namun saat berukuran kecil antara 10-20 cm dinamakan Jelejar di Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Nama dagang internasionalnya adalah hoven’s carp.

PEMBENIHAN
A.    Penyediaan Induk
            Calon induk dapat diperoleh dari hasil tangkapan di alam atau dari hasil pembesaran di kolam atau karamba. Pada kondisi pemeliharaan secara tradisional atau hasil tangkapan di alam bobot calon induk lebih dari 1,5 kg diperkirakan mempunyai umur sekitar 3 tahun. Akan lebih baik jika calon induk yang dipilih dari hasil pembesaran karena sudah terbiasa dengan kondisi makanan dari luar dalam lingkungan yang terkontrol dan biasanya lebih jinak. Calon induk minimal mempunyai berat 2,5 kg untuk betina dan 1,5 kg untuk jantan atau berumur minimal 2,5 tahun.
B.     Pemijahan
            Pemijahan ikan jelawat dilakukan secara buatan (Induced Breeding). Pemijahan ikan dengan rangsangan hormon pada umumnya dilakukan terhadap jenis ikan yang tidak bisa memijah secara alami. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan tidak cukup untuk merangsang kerja hipothalamus dari ikan matang gonad untuk mengeluarkan luteneizing hormon releasing hormon (LHRH) yang akan merangsang kelenjar hifofisa untuk menghasilkan lebih banyak gonadotropin. Oleh karena itu pemijahan secara terkontrol membutuhkan penambahan hormon gonadotropin dari luar melalui penyuntikan.
            Sedangkan metode pemijahannya adalah sebagai berikut:
§  Untuk merangsang ovulasi induk disuntik dengan hormon perangsang berupa ovaprim dengan dosis 0,7 cc/kg induk untuk induk betina dan 0,5 cc/ekor pada induk jantan.
§  Penyuntikan pada induk betina dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval waktu:
ü  Penyuntikan I ke penyuntikan II selama 12 jam
ü  Penyuntikan II ke penyuntikan III selama 6 jam
§  Dosis hormon pada penyuntikan I ¼ dari total dosis dan penyuntikan II ½ dari total dosis dan penyuntikan III ¼ dari total dosis.
§  Penyuntikan induk jantan bersamaan penyuntikan II pada induk betina.
§  Setelah penyuntikan III induk betina, dilakukan pengambilan sperma induk jantan dengan menggunakan spuit yang dibasahi dengan larutan Natrium Klorida (NaCl). Sperma disimpan di tempat yang dingin.
§  2-6 jam setelah penyuntikan terakhir pengaruh kerja hormonal biasanya mulai terlihat. Setelah itu dapat segera dilakukan pemeriksaan terhadap induk betina, bila sudah ovulasi ditandai dengan gerakan gelisah dan sering berenang ke permukaan.
§  Telur dikeluarkan dengan cara mengurut perut betina dan ditampung di dalam wadah (baskom) diikuti dengan pencampuran sperma yang telah disiapkan.
§  Kemudian diaduk secara merata menggunakan bulu ayam.
§  Setelah merata telur dicuci atau dibilas dengan air bersih 3-4 kali untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa lemak yang bisa mengganggu proses penetasan telur.
C.    Penetasan Telur
Dalam penetasan telur, telur harus terus menerus melayang dan tidak menumpuk di dasar. Hal ini dapat dilakukan dengan sistem aerasi. Pada kondisi normal dan kualitas induk cukup baik, jumlah telur yang dikeluarkan berkisar 29.000-44.000 butir telur/kg induk.
Titik kritis perkembangan embrio 5-6 jam setelah ovulasi. Telur yang baik berwarna hijau cerah dan terlihat berbentuk topi sedangkan yang mati berwarna putih. Dalam kondisi normal tingkat pembuahan telur sekitar 80% dan tingkat penetasan sekitar 70%. Pada suhu normal 26-28 oC teur akan menetas dalam waktu 15-24 jam. Panen larva dapat dilakukan setelah berumur 1-2 hari untuk kemudian dipelihara di akuarium atau bak lainnya
D.    Pemeliharaan Larva dan Benih
Pemeliharaan larva dilakukan di akuarium dengan ketinggian air 15 – 25 cm dan kepadatan 80 ekor/liter selama 10 – 15 hari pemeliharaan. Setelah itu dijarangkan menjadi 25 – 40 ekor per liter.
E.     Pendederan
Kegiatan pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, semi permanen atau permanen. Pada kegiatan pembesaran di kolam tanah atau semi permanen dapat dilakukan pengolahan tanah sebelum di lakukan penebaran benih. Yaitu dengan melakukan pengolahan tanah dasar berupa penjemuran, pencangkulan, pengapuran dan pemupukan.
Sebelumnya kolam telah dilakukan pengolahan tanah seperti penjemuran, pemupukan dan pengapuran. Pakan yang diberikan berupa pellet berukuran kecil/tepung dengan dosis 10-30% dari bobot biomassa perhari. Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore hari. Padat penebaran 2500-5000 ekor/m3. Setelah 30 hari masa pemeliharaan biasanya benih mencapai ukuran 2-3 cm dan bisa dipanen untuk disiapkan pada kegiatan pembesaran

Tidak ada komentar: