PENDAHULUAN
Sebagai ikan asli perairan Indonesia terutama
terdapat di sungai, danau dan perairan umum lainnya di Kalimantan dan Sumatera.
Permintaan pasar terhadap ikan ini cukup tinggi dan mempunyai nilai ekonomis
tinggi dan sangat digemari oleh masyarakat dan dibeberapa negara tetangga
seperti Malaysia dan Brunei, sehingga merupakan komoditas yang sangat potensial
dan mendorong minat masyarakat untuk mengembangkannya. Terlebih lagi produksi
ikan yang lebih mengandalkan hasil penangkapan perairan umum cenderung labil
dan sudah ada kecendrungan di beberapa tempat terjadi penurunan.
BIOLOGI
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleotei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Cyprinoidae
Famili : Cyprinidae
Subfamili : Cyprinidae
Genus : Leptobarbus
Spesies : Leptobarbus
hoeveni Blkr
Sedangkan nama lokal di Jambi, Sumatera Selatan dan
Lampung yaitu Lemak atau Klemak. Manjuhan di Kalimantan Tengah, Sultan di
Malaysia dan Pla Ba di Thailand. Namun saat berukuran kecil antara 10-20 cm
dinamakan Jelejar di Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Nama dagang
internasionalnya adalah hoven’s carp.
PEMBENIHAN
A.
Penyediaan
Induk
Calon induk dapat diperoleh dari hasil tangkapan di alam
atau dari hasil pembesaran di kolam atau karamba. Pada kondisi pemeliharaan
secara tradisional atau hasil tangkapan di alam bobot calon induk lebih dari
1,5 kg diperkirakan mempunyai umur sekitar 3 tahun. Akan lebih baik jika calon
induk yang dipilih dari hasil pembesaran karena sudah terbiasa dengan kondisi
makanan dari luar dalam lingkungan yang terkontrol dan biasanya lebih jinak.
Calon induk minimal mempunyai berat 2,5 kg untuk betina dan 1,5 kg untuk jantan
atau berumur minimal 2,5 tahun.
B.
Pemijahan
Pemijahan ikan jelawat dilakukan secara buatan
(Induced Breeding). Pemijahan ikan dengan rangsangan
hormon pada umumnya dilakukan terhadap jenis ikan yang tidak bisa memijah
secara alami. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan tidak cukup untuk
merangsang kerja hipothalamus dari ikan matang gonad untuk mengeluarkan
luteneizing hormon releasing hormon (LHRH) yang akan merangsang kelenjar
hifofisa untuk menghasilkan lebih banyak gonadotropin. Oleh karena itu
pemijahan secara terkontrol membutuhkan penambahan hormon gonadotropin dari
luar melalui penyuntikan.
Sedangkan
metode pemijahannya adalah sebagai berikut:
§ Untuk merangsang ovulasi induk disuntik dengan
hormon perangsang berupa ovaprim dengan dosis 0,7 cc/kg induk untuk induk
betina dan 0,5 cc/ekor pada induk jantan.
§ Penyuntikan pada induk betina dilakukan sebanyak 3
kali dengan interval waktu:
ü Penyuntikan I ke penyuntikan II selama 12 jam
ü Penyuntikan II ke penyuntikan III selama 6 jam
§ Dosis hormon pada penyuntikan I ¼ dari total dosis
dan penyuntikan II ½ dari total dosis dan penyuntikan III ¼ dari total dosis.
§ Penyuntikan induk jantan bersamaan penyuntikan II
pada induk betina.
§ Setelah penyuntikan III induk betina, dilakukan
pengambilan sperma induk jantan dengan menggunakan spuit yang dibasahi dengan
larutan Natrium Klorida (NaCl). Sperma disimpan di tempat yang dingin.
§ 2-6 jam setelah penyuntikan terakhir pengaruh
kerja hormonal biasanya mulai terlihat. Setelah itu dapat segera dilakukan
pemeriksaan terhadap induk betina, bila sudah ovulasi ditandai dengan gerakan
gelisah dan sering berenang ke permukaan.
§ Telur dikeluarkan dengan cara mengurut perut
betina dan ditampung di dalam wadah (baskom) diikuti dengan pencampuran sperma
yang telah disiapkan.
§ Kemudian diaduk secara merata menggunakan bulu
ayam.
§ Setelah merata telur dicuci atau dibilas dengan
air bersih 3-4 kali untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa lemak yang bisa
mengganggu proses penetasan telur.
C.
Penetasan
Telur
Dalam penetasan telur, telur harus terus menerus
melayang dan tidak menumpuk di dasar. Hal ini dapat dilakukan dengan sistem
aerasi. Pada kondisi normal dan kualitas induk cukup baik, jumlah telur yang
dikeluarkan berkisar 29.000-44.000 butir telur/kg induk.
Titik kritis perkembangan
embrio 5-6 jam setelah ovulasi. Telur yang baik berwarna hijau cerah dan
terlihat berbentuk topi sedangkan yang mati berwarna putih. Dalam kondisi
normal tingkat pembuahan telur sekitar 80% dan tingkat penetasan sekitar 70%.
Pada suhu normal 26-28 oC teur akan menetas dalam waktu 15-24 jam.
Panen larva dapat dilakukan setelah berumur 1-2 hari untuk kemudian dipelihara
di akuarium atau bak lainnya
D.
Pemeliharaan Larva dan Benih
Pemeliharaan
larva dilakukan di akuarium dengan ketinggian air 15 – 25 cm dan kepadatan 80
ekor/liter selama 10 – 15 hari pemeliharaan. Setelah itu dijarangkan menjadi 25
– 40 ekor per liter.
E.
Pendederan
Kegiatan
pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, semi permanen atau permanen. Pada
kegiatan pembesaran di kolam tanah atau semi permanen dapat dilakukan
pengolahan tanah sebelum di lakukan penebaran benih. Yaitu dengan melakukan
pengolahan tanah dasar berupa penjemuran, pencangkulan, pengapuran dan
pemupukan.
Sebelumnya kolam telah dilakukan pengolahan
tanah seperti penjemuran, pemupukan dan pengapuran. Pakan yang diberikan berupa
pellet berukuran kecil/tepung dengan dosis 10-30% dari bobot biomassa perhari.
Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore hari. Padat
penebaran 2500-5000 ekor/m3. Setelah 30 hari masa pemeliharaan
biasanya benih mencapai ukuran 2-3 cm dan bisa dipanen untuk disiapkan pada
kegiatan pembesaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar